Selasa, 29 September 2009

Pinisepuh 9 - Selesai

Seri Pinisepuh saya tulis untuk menggambarkan kenyataan yang tengah dilakoni oleh Pinisepuh sebagai abdi dari kerajaan Majapahit atau sebagai pejuang kebangkitan Ciwa Buhda, atau sebagai abdi dari Ida Bhatara.

Penulisan ini bukan bertujuan untuk memamerkan semua yang ada pada diri Pinisepuh, bahkan awalnya Pinisepuh tidak mau untuk dibuatkan kisah seperti ini. Tetapi sebagai umat, saya mengajak Anda untuk sama-sama memahami bahwa di tengah situasi seperti ini Beliau Ida Bhatara telah memberi seorang Pinisepuh yang merupakan salah satu yang akan memberi peringatan-peringatan akan terjadinya sesuatu di kemudian hari.

Pernah sebelum flu Babi muncul Pinisepuh memberitahu bahwa akan ada penyakit baru masuk ke Dunia. Kemudian untuk pertama kali dalam pengalaman Pinisepuh, petapakan Tapel Ida Dalem Sidakarya ‘ngamedalang’ Paica Tirta dan mesti disiratkan ke halaman rumah masing-masing agar selamat dari marabahaya.

Tetapi dengan bekal kemampuan sebanyak yang dimiliki oleh Pinisepuh, dalam benak saya menduga-duga, pastilah ada suatu peristiwa sangat besar akan terjadi di Nusantara pada masa-masa yang akan datang. Sehingga seorang pejuang seperti Pinisepuh harus dipersiapkan dengan berbagai kemampuan. Namun menurut Pinisepuh, Ia bukanlah satu-satunya yang dipersiapkan dan mendapat restu. Banyak yang sudah mendapat restu tetapi mereka masih bersembunyi dan pada saatnya akan muncul di tengah-tengah masyarakat.

Orang-orang sakti dan misteri Satrio Piningit
Menurut Pinisepuh, selain dirinya ada orang-orang lainnya dipersiapkan untuk kebangkitan Ciwa Budha.

Mereka-mereka yang dipersiapkan tersebut adalah orang-orang sakti dengan kemampuan bisa mengendalikan alam. Jumlahnya juga cukup banyak dan tersebar di seluruh wilayah Bali dan Nusantara. Mereka adalah pelaku-pelaku spiritual yang telah mendapat pencerahan.

Sedemikian hebatnya cerita orang-orang sakti tersebut dan sampai mampu mengendalikan alam. Dan kalau itu benar berarti akan sungguh-sungguh ada kejadian yang sangat dahsyat suatu hari nanti. Apakah ada hubungannya dengan kebangkitan Ciwa Budha seperti yang telah disebut-sebutkan dari cerita Sabdapalon dan Nayo Genggong atau Sang Hyang Ismaya? Atau kita mengenalnya sebagai Tualen dan Merdah?

Orang-orang sakti tersebut bisa mengendalikan alam. “Apakah semacam bisa nerang hujan, Gung?”. Tanya saya suatu hari.

Nerang hujan itu bukan mengendalikan alam. Lebih daripada itu kata Pinisepuh. Mereka sudah punya tugas masing-masing. Seperti saya harus mengajak umat dari sekarang agar lebih rajin bersembahyang memuja Leluhur dan menjaga budaya ini agar lestari. Mengembangkan dan menjelaskan lagi dengan benar tentang Ciwa Budha kepada yang belum paham. Tujuan dari ini semua yaitu agar terbebas dari sortir alam nantinya, entah kapan karena masih dirahasiakan, tetapi katanya saat itu sudah dekat.

Tidak jelas siapa yang merahasiakan. Ida Bhatara yang merahasiakan atau Pinisepuh yang merahasiakan kepada saya. Tentu ini termasuk yang ada dalam ‘perjanjian suci’ yang tidak boleh dibongkar rahasianya.

Kemudian dalam satu kesempatan saya bertanya: “Kalau benar ada sortir alam, bagaimana untuk bisa lolos dari sortir tersebut?”.

Buatlah karma baik sebanyak-banyaknya agar bebas dari sortir alam, susah diceritakan kenapa ada sortir alam tetapi percayalah Leluhur tidak pernah bohong. Itu kata Pinisepuh. Lalu apakah hanya umat Ciwa Budha yang diselamatkan? Lantas yang lain bagaimana?

“Ya sabarlah, kita tunggu saat itu. Agar bisa menyaksikan saat itu mulailah mendekatkan diri kepada Ida Bhatara. Lakukan meditasi agar mendapat sinar dari para Leluhur”.

Wah ini bisa gawat, pikir saya. Berarti orang-orang selain Ciwa Budha bakal celaka ya? Kalau merujuk cerita Sabda Palon ya begitu, hanya yang berbudhi (budha) yang masih tinggal. Yang lain diapakan? Atau manusia yang ngakunya saja Ciwa Budha tetapi tidak punya budhi apakah juga akan tidak selamat?

“Kalau begitu apa tugas dari orang-orang sakti tersebut?”, tanya saya suatu hari.

Ya tentu mereka akan menjaga dan juga menyelamatkan yang perlu diselamatkan karena nanti bumi nunsantara ini akan bergejolak. Berbagai bencana telah diciptakan, berbagai sakit telah disebarkan dan berbagai cara pemusnahan manusia yang berkhianat pada Ciwa Budha sudah disiapkan dan akan dilaksanakan bilamana waktunya tiba.

“Kalau begitu apakah ini berarti umat selain Ciwa Budha akan musnah?”, tanya saya lagi.

Tidak seperti demikian. Banyak dari mereka selamat. Mereka tetap dengan keyakinannya tetapi juga akan mempunyai budi pekerti dan mempercayai adanya Leluhur serta Budaya yang harus dijunjung demi kebangkitan Bangsa dan Budaya sendiri. Lama-lama mereka akan sadar bahwa tidak ada paham atau kepercayaan di dunia yang mengantarkan manusianya mencapai moksha selain Ciwa Budha. Demikian pula dengan manusia di Bali walau masyarakat Ciwa Budha tetapi hatinya tidak berbudhi akan mengalami keadaan yang adil pada saatnya tiba. Saya tidak mengatakan mereka dimusnahkan karena bukan tugas saya mengatakan itu tetapi saya meyakini satu kebangkitan yang menyeluruh dan tentulah sangat adil.

“Apakah saat itu juga akan ada Satrio Piningit seperti yang telah diceritkan dari jaman dulu atau apakah Satrio Piningit benar-benar ada nanti pada saatnya tiba?”, rasa penasaran saya terus menggebu ingin mengetahui banyak hal.

Ya. Satrio Piningit benar-benar ada. Ia adalah seorang sakti yang bebas dari teluh dan trangjana. Tidak dapat disakiti oleh kekuatan apapun. Ia adalah yang mewakili sifat Kedharmaan. Tidak pengiwa dan tidak panengen. Berada di tengah-tengah. Kedatangan Satrio piningit akan membawa sebuah pedang yang seharusnya berpasangan dengan keris. Saat itu Ia muncul cuma membawa pedang dan akan datang ke seseorang yang sangat penting di Nusantara dan menanyakan pasangan pedang tersebut yaitu berupa keris. Orang penting yang menyimpan keris pasangan dari pedang yang dibawa Satrio Piningit tersebut akan mengenali Satrio Piningit itu asli apa palsu.

Satrio Piningit muncul sebagai Panglima atau sebagai pemimpin yang berkuasa saat itu. Ia adalah yang disebut Ratu Adil. Dengan munculnya Ratu Adil, Niskala beserta orang-orang sakti di Nusantara seperti mendapat komando dan akan mengerti skenario apa yang akan terjadi berikutnya pada Nusantara. Seperti sudah merupakan rentetan satu kejadian, maka dengan kemunculan Satrio Piningit inilah akan menyempurnakan kejadian-kejadian di Nusantara. Susah untuk dijelaskan lebih jauh karena terbentur etika suci. Tetapi, situasi nanti benar-benar akan berubah seratus delapan puluh derajat. Perubahan ini pertanda zaman Kali Yuga segera berlalu.

Masih penasaran dengan orang-orang sakti tersebut saya bertanya kembali: “Oh ya Gung, apa Agung saling kenal dengan orang-orang sakti yang diceritakan tersebut?”.

Mereka semua tidak saling kenal termasuk mereka juga tidak mengenal saya.

“Tapi kenapa Agung tahu mereka ada. Berarti Agung tahu mereka itu ada di mana?”, tanya saya yang tidak bisa ‘ngerem’ untuk terus bertanya mendengar cerita tentang mereka.

Pinisepuh tersenyum dengan pertanyaan saya. Ia tahu kalau saya tentu bercanda dengan pertanyaan ini. Tetapi Pinisepuh menjawab juga. Saya menceritakan tentang mereka sudah tentu saya tahu siapa mereka. Sudah jangan tanya itu lagi. Tunggu saja saat-saat itu. Tetapi sebenarnya, jangan hanya menunggu Ida Sabdapalon bekerja sendiri. Ikut juga berjuang agar kebangkitan ini lebih cepat terjadinya. Misalnya dengan cara lebih rajin melakukan kegiatan spiritual. Dengungkan keberadaan konsep pemujaan Ciwa Budha. Karena belakangan ini orang-orang sudah beralih ke ajaran Sekte. Mereka tidak salah karena yang disembah adalah manifestasi Ida juga. Tetapi kembali kepada Bisama Ida Bhatara Gunung Agung; Jangan sampai masyarakat Bali meninggalkan ‘banten’ sebagai sarana upacara agar tidak ikut celaka di kemudian hari, manakala peristiwa besar kebangkitan Ciwa Budha terjadi.

Menurut Pinisepuh, sepertinya peristiwa kebangkitan ini sudah sangat dekat. Sudah ada kasak-kusuk. Tanda-tandanya adalah bencana-bencana yang terus terjadi. Seperti yang diungkapkan oleh Ida Sabdapalon bahwa kembalinya Ida akan membawa banyak musibah. Salah satunya adalah bencana alam yang akan menrenggut umat manusia yang kukuh tidak percaya kepada Leluhur.

Akan ada semacam sortir manusia dengan berbagai cara di Nusantara seperti bencana alam dan musibah. Yang tidak kena musibah bencana alam, mereka akan dimasuki oleh roh-roh korban kekejaman masa lalu yang menyebabkan mereka saling bunuh-membunuh antar saudara sendiri. Ya, mereka yang mengkhianati Ciwa Budha akan saling bunuh membunuh. Sedang yang lolos dari sortir kekejaman di atas maka berikutnya akan ada pakeblug atau gerubug. Ada penyebaran penyakit menular yang sangat dahsyat. Sekarang tertular nanti sore meninggal. Tetapi yang kembali ke jalan Ciwa Budha dan percaya dengan keberadaan Leluhur akan selamat.

“Kalau demikian adanya bukankah ini namanya balas dendam? Hanya sifat Ciwa yang menghacurkan yang berjalan? Lalu di mana letak welas asih Budha yang punya sifat dharma?”, tanya saya menggali lebih jauh.

Ida Sabdapalon adalah pada tingkatan Sadaciwa. Sedang manusia suci yang moksha saja diberi kemampuan mencipta, melindungi dan menghancurkan. Bukankah yang selamat adalah bagi mereka yang sadar bahwa Nusantara ini dulunya adalah orang-orang yang berbudi? Juga sudah diungkapkan dalam sastra Sabdapalon yang akan kembali dalam 500 tahun. Mestinya mereka sadar akan peringatan itu. Jangan setelah terjadi musibah dan bencana baru mempertanyakan sifat welas asihnya. Ini namanya sifat manusia yang mau menang sendiri!

Berakhirnya Kali Yuga
“Lalu apa yang terjadi setelah Nusantara ini kembali menjadi Ciwa Budha?”, tanya saya lagi suatu hari pada Pinisepuh.

Pada saat tersebut, zaman Kali Yuga sudah berakhir. Slogan ‘gemah ripah loh jinawi’ berangsur-angsur akan benar-benar dinikmati oleh umat Ciwa Budha di Nusantara. Akan ada era baru bagi peradaban manusia. Manusia akan terus ber-evolusi dan Nusantara sedang mengalami era spiritual. Spiritual akan menjadi sesuatu yang sangat berharga akan tetapi mempunyai sifat yang lebih pribadi. Tidak seperti pada era Kali Yuga dimana peningkatan spiritual sedemikian cepat agar yang mencapai pencerahan membantu yang lain agar juga mencapai pencerahan. Saat itu manusia sudah hampir semua mengalami pencerahan seperti orang-orang indigo yang kita kenal sekarang. Tapi itu masih lama, yang terpenting kejarlah yang terdekat dulu, yaitu usahakan selamat dari sortir alam ini dahulu. Tingkatkan kebaktian. Pujalah Ciwa Budha. Setidaknya ada 3 hal penting dalam melakukan pemujaan kepada Ciwa Budha, yaitu:

• Melakukan Yadnya dengan sarana banten
• Memohon kepada Ida Bhatara
• Meningkatkan budhi pekerti di dalam diri

Demikianlah kisah Pinisepuh ini saya susun atas perkenan dan cerita Pinisepuh sendiri, serta teman-teman anggota Paguyuban Dharma Giri Utama yang sudah lebih dulu bergabung.

Pak Puh
Jauh hari sebelum mengenal Pinisepuh, dari sisi berbeda saya bertemu dengan seseorang di Jawa, yang bisa menceritakan kejadian yang sama dan menguatkan cerita seperti yang diceritakan oleh Pinisepuh. Yaitu tentang bangkitnya Ciwa Budha. Orang sana juga menyebutnya pak Puh atau singkatan dari ‘sepuh’, sepuh artinya dituakan. Pak Puh yang ini umurnya juga sangat muda dan Ia adalah seseorang yang ada hubungan dengan raja-raja dari Kutai, Kalimantan, yang menganut Hindu Kaharingan.

Pak Puh juga mengenal orang-orang sakti dengan kemampuan mengendalikan alam. Pak Puh mengatakan mereka bersaudara sebanyak 12 orang

Apakah suatu kebetulan atau memang sudah diatur saya mendapat hubungan aneh dengan orang yang mengenal orang-orang sakti seperti tersebut. Suatu ketika di daerah Gianyar, Bali, saya bertemu dengan seorang teman yang wikan dan pernah didatangi orang yang bisa terbang. Karena saya lebih dulu mendengar tentang cerita orang terbang dari pak Puh, teman dari Gianyar ini saya pertemukan dengan pak Puh. Teman ini menceritakan ciri-ciri orang terbang tersebut. Kemudian diketahui bahwa orang terbang ini adalah disebut sebagai Panglima... tidak boleh diceritakan sebutannya. Dalam pertemuan itu juga terkuak cerita-cerita seru bahwa salah satu saudara orang sakti tersebut juga berada di Banten, Jabar, dan kalau berkunjung ke Pak Puh datang dengan cara terbang. Ini diceritakan oleh salah satu murid dari pak Puh.

Cerita yang lain yaitu, salah satu orang sakti yang menguasai roh-roh gentayangan atau jin yang berada di Alas Purwo Banyuwangi akan membuka kunci pintu setan dan jin tersebut bila saatnya tiba. Lalu setelah waktunya tiba mereka diperintahkan untuk melakukan tugasnya yaitu memasuki manusia-manusia pengkhinat Hindu agar saling bunuh-membunuh antar saudara mereka sendiri.

Orang sakti yang lain adalah yang menguasai penyakit. Bila saatnya tiba orang sakti ini akan menyebarkan penyakit ke seantero Nusantara. Bukan saja di Nusantara tetapi juga dunia! Penyakit yang akan disebarkan adalah penyakit menular yang sangat dahsyat yaitu, kalau sekarang tertular dalam waktu 4 jam akan mangalami kematian atau pagi sakit sore akan meninggal.

Mempunyai cerita yang sama dari dua sumber berbeda adalah memberi keyakinan kepada saya bahwa memang sebentar lagi Nusantara ini akan berubah karena Ciwa Budha akan bangkit kembali di Nusantara.

Kisah aneh pak Puh
Salah seorang murid pak Puh yang juga saksi dari keanehan ini menceritakan suatu kejadian yang tidak terlupakan karena ceritanya sangat aneh dan tidak masuk akal kepada saya. Nama murid ini adalah Kento dan sering dipanggil Tole Kento. Tetapi dalam sehari-hari dipanggil Ten, oleh pak Puh. Ten adalah sebutan untuk remaja usia kawin atau Ten itu maksudnya ‘manten’ atau artinya kawin. Jadi dalam pandangan pak Puh, Tole Kento ini masihlah sangat muda. Tetapi kenyataan sebenarnya pak Puh yang tampak lebih muda.

Pak Puh sebenarnya adalah orang Jawa karena lahir dari orang tua Jawa dan suku Jawa. Lahirnya juga di Jawa, tetapi untuk beberapa lama pak Puh tinggal di Kalimantan dan beristrikan seorang wanita dari suku Dayak yang menganut Hindu Kaharingan. Pada tahun 2007 yang lalu Tole Kento diajak pergi ke Kalimantan oleh pak Puh. Di Kalimantan, Tole Kento diajak jalan-jalan di Samarinda, dan juga di pedalaman Kalimantan. Pada suatu hari diajak mampir ke rumah seorang ibu. Ibu tersebut menceritakan bahwa pak Puh adalah salah satu anak laki-lakinya yang merantau ke Jawa. Tentu saja Tole Kento merasa aneh karena Ia tahu benar bahwa pak Puh adalah orang Jawa. Ibu itu menyodorkan sebuah photo tua cetakan tahun 1970, dan yang membuat kaget Tole Kento, Ibu tersebut berphoto dengan pak Puh. Wajah pak Puh di photo tersebut adalah persis wajah pak Puh sekarang ini (maksudnya tahun 2007) tidak lebih muda. Padahal kenyataannya sekarang saja umurnya baru 30 tahun. Tole Kento dibuat pusing dengan cerita aneh tersebut. Memendam yang Ia tahu tentang pak Puh sebagai orang Jawa karena rasanya tidak mungkin memperdebatkan hal tesebut dengan Ibu, karena ada bukti photo dan cerita-cerita yang mendukung.

Namun terakhir, bulan Maret lalu adalah pertemuan saya terakhir dengan mereka, karena mereka kembali ke Kalimantan dan sekarang saya kehilangan kontak. Tetapi sebelum berpisah saya mendapat cerita, yaitu Nusantara ibaratnya sudah dibuat peta ulang. Pada saatnya tiba beberapa daerah akan hilang dan tenggelam. Nusantara akan hancur dulu sebelum kembali menjadi Nusantara yang ‘gemah ripah loh jinawi’. Orang-orang sakti sudah bersiap-siap, sepertinya waktu kebangkitan jaman Hindu sudah dekat. Mereka tidak menyebut Ciwa Budha tetapi Hindu. Kata pak Puh, untuk memenangi situasi ini haruslah lebih serius menjalani sembahyang. Menyembah Hyang atau Leluhur. Agar bisa menyaksikan orang-orang yang menyebut Hindu sirik habis dihancurkan bencana, musibah, merana, sakit dan yang tersisa akan dimakan jin dan setan alas Purwo.

Jadi demikian cerita pak Puh tentang Nusantara ini jauh hari sebelum saya bertemu dengan Pinisepuh.

Sebenarnya saya menemukan pak Puh tidak sengaja karena urusan barang antik dan dengan jalan cerita yang sangat ruwet serta berbelit-belit. Entah bagaimana kejadiannya, saya lupa tetapi pada akhirnya tertuntun sampai ke rumah pak Puh. Saat pertama kali bertemu dengan pak Puh, Ia sudah tersenyum dan langsung mengatakan bahwa saya tidak cocok bekerja barang antik atau pusaka. Sebenarnya bukan saya yang mencari barang pusaka atau barang antik tapi seorang teman dan saat itu saya mengantar teman ini berkeliling Jawa Timur.

Dalam pertemuan kedua saya dengan pak Puh, Ia meminta saya menunjukkan kedua tangan saya dan menyuruh pula membuka topi. Ia bertanya, siapa yang membuat rajah di tangan dan di dahi saya. Tentu saja saya kaget sekali. Ini mengingatkan saya ke masa lalu yang terus didera sakit-sakitan non medis oleh perbuatan orang lain. Saat itu Bapak seorang teman yang ngiring Sesuhunan begitu kasihan melihat kondisi saya. Bapak tersebut kemudian menggurat-guratkan jari seperti orang menulis di kedua tangan dan dahi saya. Sebenarnya yang dipakai menulis adalah ujung jari telunjuk tangan kanan saja dan ternyata sampai sekarang masih berbekas di sana dan tampak oleh mata batin atau mata ketiga. Dan saat itu pak Puh telah melihat masa lalu saya. Ya, paling tidak itulah dasar saya menilai pak Puh adalah orang yang waskita. Tetapi sayang kontak telah putus sehingga tidak bisa mendapat petunjuk selanjutnya tentang kebangkitan Hindu atau Ciwa Budha.

Akhirnya, bagi pembaca tulisan saya, saya mohon untuk lebih giat memuja Ciwa Budha. Seandainya semua yang saya ungkapkan benar, yaitu proses kebangkitan yang sedemikian menakutkan, semoga dengan makin dekat dengan Ida Bhatara kita dilindungi. Ajaklah juga semua anggota keluarga Anda untuk lebih giat memuja Ida.

Akhirnya kisah Pinisepuh selesai sampai di sini. Terpujilah nama Ida Sang Hyang Widi Wasa, dan bersinarlah semua manifestasi Beliau serta menyinari umatnya yang rajin memuja. Saya sebagai mesengger mohon maaf kalau terjadi kesalahan dalam penyampaian. Tidak ada yang dilebihkan tetapi banyak yang dikurangi isinya. Seperti biasa ada yang tidak mungkin diceritakan di sini karena perlu kedewasaan dan pengalaman spiritual yang cukup untuk memahami, juga terbentur adanya ‘perjanjian suci’ yang harus ditaati. Untuk hal lainnya, kalau dibuat vulgar tentu akan menimbulkan reaksi.

Terimakasih
Om Shanti Shanti Shanti Om...

SELESAI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar